Mencoba memahami orang lain di saat penjajakan ndak semudah mengerjakan soal ujian ekonometrika dengan rumus-rumusnya. Eh ekonometrika saja sulit, lah kok dibilang mudah, nah berarti mencoba memahami orang lain itu sulitnya sulit bikin sembelit. Semacam irrasional, tanpa sadar pelan-pelan mempelajari ilmu nujum dan sok-sokan meramal probabilitasnya. Berkali-kali bertanya dalam diri sendiri, apa yang harus dilakukan untuk membahagiakannya, apakah yang sudah dilakukan sudah dapat membahagiakannya, apa dia suka atau ndak, apa dia juga mikir saya atau nddak, apa dia masih sering makan kemenyan atau ndak kok kadang ada kadang menghilang ndak tampak, yang sebenarnya hanya dia yang punya kunci jawabannya. Hanya dia, bahkan ndak orang terdekatnya sekalipun. Namun sebenarnya itu semua dapat terbaca dari saya saat berkomunikasi dengan dia. Sayangnya saya lagi-lagi juga sering ndak menyadari hal ini, dengan kata lain sukses gelap terbutakan. Misalnya ketika men